Jumat, 26 Juli 2013

NUZULUL QUR’AN MENYINGKAP RAHASIA KEBENARAN ALLAH


Begitu lembaran-lembaran kertas telah habis dibuka, Halaman demi halaman telah semua dibaca maka yang jadikan Makna dan Nilai adalah Isinya. Walaupun awalnya ia melihat kepada bacaan akan tetapi tatkala bacaan telah terlewati tentu tidak ada bacaan melainkan hanyalah tulisan-tulisan. Dan tidak ada tulisan-tulisan itu melainkan Kalimat demi kalimat. Tidak ada kalimat-kalimat itu melainkan Kata demi kata. Tidak ada kata-kata itu melainkan Huruf demi huruf. Tidak ada huruf-huruf itu melainkan hanya tinta saja yang ada. Dari satu “TITIK” Tinta menjadi huruf, kata, kalimat, tulisan dan bacaan lalu menjadi makna dalam kehidupan.
Karenanya para Arif Billah tidak memandang kepada yang banyak itu tetapi Ia hanya memandang kepada satu “TITIK” saja. Dari “TITIK” itulah awal jadinya segala sesuau dan kembalinya segala sesuatu.
Begitu Raden Syahid yang dikenal dengan Gelar SUNAN KALIJAGA sewaktu berguru kepada Sunan Bonang mengatakan bahwa Ia ingin menuntut/belajar Ilmu Allah Swt. Lalu kata Sunan Bonang bahwasanya Ilmu Allah Ta’ala itu luas bagaikan lautan. Apabila lautan itu dijadikan tinta untuk menuliskan Ilmu Allah Ta’ala maka belum cukup lagi, Habis Air lautan itu ditambah lagi sebanyak itu untuk menuliskan Ilmu Allah Ta’ala masih belum cukup juga. Ditambah lagi sampai 7 lautan untuk dijadikan tinta untuk menuliskan Ilmu Allah Ta’ala masih belum cukup juga.
Lalu kata Sunan Kalijaga ; Wahai Kanjeng Sunan Bonang tidaklah sebanyak itu yang hamba inginkan, melainkan yang ingin hamba tuntut hanyalah satu “TITIK” Ilmu Allah Ta’ala dari Luasnya Ilmu Allah Ta’ala itu. Bukan kah Satu “TITIK” air itu tiada lain air lautan yang luas itu juga?
Dari riwayat itu menunjukkan bahwa betapapun Luasnya Ilmu Allah Ta’ala, akan tetapi rahasia Ilmu itu atau Kunci Ilmu itu hanyalah seTITIK saja. Dan seTITIK itu menjadi Rahasia pada Insan sebagai Manusia yang dicipta Allah sesempurna-sempurna kejadian. Dengan rahasia “TITIK” itulah yang menyebabkan Insan itu dikatakan lebih sempurna dari pada Makhluk-makhluk yang lain.
Sesungguhnya apa yang di tuntut para Awliya Allah itu sudah dilalui dalam kehidupan Baginda Nabi Muhammad Saw. Salah satunya yaitu pada waktu Beliau pertama kali menerima Wahyu, di Umur Beliau pada waktu 40 tahun di malam 17 Romadhan bertepatan pada 610 Masehi. Di mana Beliau pada saat itu sering menyendiri di Goa Hira’, yang berada di puncak bukit Jabal Nur 6 km di Utara Mekkah. Sepanjang bulan Romadhan setiap tahun Rosulullah Saw selalu menyendiri di sana dengan hanya membawa sedikit bekal., hati dan fikiranya bergejolak untuk mencari Kebenaran sampai datanglah peristiwa yang Maha Dahsyat itu!
Rosulullah Saw di dalam kesendiriannya itu tidak ada yang di ingat dan difikirkan selain Allah yang Maha Benar! Dimana di yakini oleh sebagian para Arifbillah para Waliyullah bahwa Beliau berdialog dengan Tuhannya sebagaimana yang terkandung dalam Rahasia Surah Al-Fatihah 7 Ayat.
Dari yang tersirat pada surah Al-Fatihah itulah Beliau mengetahui akan Tuhannya dan Beliau mendapatkan Pencerahan Jiwa tentang Kebenaran Tuhan yang Hakiki itu meliputi sekalian Alam menjadi Rahasia pada Insan.
Sebagaimana Allah berfirman dalam Hadits Qudsi : “Insan itu Rahasia Ku dan Aku adalah Rahasianya”.
Di Hadits Qudsi yang lain Allah berfirman : “Insan itu Rahasia Ku, Rahasia Ku itu Sifat Ku dan Sifat Ku itu tiada lain daripada Ku”.
Dengan pandangan Rosulullah Saw kepada Rahasia Allah yang meliputi tiap-tiap segala sesuatu yang berpusat pada Diri Beliau itulah maka Beliau menemukan Kebenaran yang sesungguhnya.
Tatkala Kebenaran itu sudah didapatkan, tatkala hijab itu sudah terungkap dengan pandangan Musyahadah kepada satu “TITIK” yang ada pada diri Nabi maka Allah menurunkan Wahyu Nya kepada Beliau untuk menegaskan bahwa apa yang Beliau Jalani itu adalah kebenaran.
Firman Allah :
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptak an manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam , Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (QS, Al ‘Alaq : 1-5)
Bukankah Ayat tersebut mengisyaratkan kepada Diri Insan? Ya…! Karena Jawaban tentang Allah Maha Kebenaran Mutlak itu ada pada Insan. Tatkala merenungkan Asal kejadian Diri maka akan di kenal lah Diri yang sebenarnya. Dengan mengenal kepada Diri yang sebenarnya maka Kenal lah akan Allah Swt.
Firman Allah lagi :
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”. (QS, Adz Dzaariyaat : 20-21)
Jika sudah demikian apakah yang dilalui Nabi dalam kesendiriannya itu bukan suatu Jalan(Tariqat) untuk mencapai Kebenaran(Hakikat dan Ma’rifat/Tasawuf)?
Dengan demikan Rosulullah Saw telah ber Tarikat dan ber Tasawuf sehingga menerima Wahyu Allah dimalam 17 Romadhon dan bertemu dengan Allah pada malam 27 Rajab.
Salahkah dan sesatkah para Arifbillah dan para pencinta Allah jika menuntut Tarikat dan Tasawuf?
Jika ada yang berani mengatakan bahwa Tarikat dan Tasawuf itu salah dan sesat, maka sama halnya ia mengatakan Nabinya Muhammad Rosulullah Saw itu Sesat!
Na’udzubillah……………………
Siapa yang mengatakan para pengamal tarikat dan tasawuf itu sesat dan salah jalan maka sama halnya ia mengatakan Nabi itupun sesat dan salah jalan. Lalu apa bedanya mereka yang mengatakan sesat itu dengan orang-orang Kafir pada zaman Nabi. Jika orang Kafir di zaman Nabi sebagian adalah Ahlul Kitab, lalu bagaimana dengan di zaman sekarang yang terlalu membangga-banggakan apa yang sudah dihafal dan dibacanya di dalam Kitab kemudian pengetahuannya tentang apa yang sudah di dapatnya itu di jadikan suatu bahan untuk debat, menyalahkan bahkan mengkafirkan, Apakah mereka bukan Ahlul Kitab di zaman ini?
Karena itu mengikuti Nabi bukanlah hanya sebatas Lahiriahnya saja tetapi yang paling utama adalah bagaimana Pribadi Beliau, Batin Beliau sehingga mendapatkan Kebenaran yang Hakiki.
Semoga tulisan ini bisa membuka mata hati kita tentang Kebenaran yang sesungguhnya.