Sabtu, 27 Juli 2013

Islam, Iman dan Ihsan


Hadits Arbain ke 2 (dua); Imam Nawawi;
DR Musthafa Dieb al-Bugha Muhyidin Mistu
Umar bin al-Kaththab ra berkata: Suatu hari kami duduk dekat Rasulullah saw., tiba-tiba muncul seorang laki-laki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya hitam legam. Tak terlihat tanda-tanda bekas perjalanan jauh, dan tak seorangpun di antara kami yang mengenalnya. Ia duduk di depan Nabi, lututnya ditempelkan di lutut beliau, dan kedua tangannya diletakkan di paha beliau, lalu berkata: “Hai Muhammad. Beritahu aku tentang Islam.” Rasulullah saw. menjawab: “Islam itu engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah, melaksanakan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa Ramadlan dan menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau mampu.” Laki-laki itu berkata: “Benar.” Kami heran kepadanya; bertanya tetapi setelah itu membenarkan jawaban Nabi?!
Ia bertanya lagi: “Beritahu aku tentang iman.” Nabi menjawab: “Iman itu engkau beriman kepada Allah , malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir dan takdir, yang baik atau yang buruk.” Ia berkata: “Benar.” Dia bertanya lagi: “Beritahu aku tentang Ihsan.” Nabi menjawab: “Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, kalaupun engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.”
Laki-laki itu berkata lagi: “Beritahu aku kapan terjadinya kiamat.” Nabi menjawab: “Yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya.” Dia pun bertanya lagi: “Beritahu aku tanda-tandanya.” Nabi menjawab: “Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya, orang yang bertelanjang kaki dan tidak memakai baju (orang miskin), dan penggembala kambing saling berlomba mendirikan bangunan megah.” Kemudian laki-laki itu pergi. Aku diam beberapa waktu. Setelah itu Nabi bertanya kepadaku: “Hai Umar, tahukah kamu siapa yang bertanya tadi? Aku menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda: “Dia itu Jibril, datang untuk mengajarkan Islam kepada kalian.” (HR Muslim)
Urgensi Hadits;
Ibnu Daqiq al-‘Id berkata; “Hadits ini sangat penting, meliputi semua amal perbuatan, yang dhahir dan yang batin, bahkan semua ilmu syariat mengacu kepadanya, karena semua hal yang ada dalam semua hadits, bahkan seakan menjadi Ummus Sunnah (induk bagi hadits), sebagaimana surah al-Fatihah disebut Ummul Qur’an karena ia mencakup seluruh nilai-niali yang ada dalam al-Qur’an.
Hadits ini mutawathir karena diriwayatkan dari 8 shahabat: Abu Hurairah ra., Umar ra., Abu Dzar ra., Anas ra., Ibnu ‘Abbas ra., Ibnu Umar ra., Abu ‘Amir, al-Asy’ari dan Jarir al-Bajali ra.
Fiqhul Hadits (Kandungan Hadits)
1. Memperbaiki pakaian dan penampilan
Ketika hendak masuk masjid dan hendak menghadiri majelis ilmu, disunnahkan memakai pakaian yang rapi, bersih dan memakai minyak wangi. Bersikap baik dan sopan di majelis ilmu dan di hadapan para ulama adalah perilaku yang sangat baik, karena Jibril saja datang kepada Nabi Muhammad saw. dengan penampilan dan sikap yang baik.
2. Definisi Islam
Secara etimologi, Islam berarti tunduk dan menyerah sepenuhnya pada Allah swt. secara terminologi adalah agama yang dilandasi oleh lima dasar yaitu: 1) syahadatain. 2) menunaikan shalat wajib pada waktunya dengan memenuhi syarat, rukun dan memperhatikan adab dan hal-hal yang sunnah. 3) mengeluarkan zakat. 4) puasa di bulan Ramadlan. 5) Haji sekali seumur hidup bagi yang mampu, mempunyai biaya untuk pergi ke tanah suci dan mampu memenuhi kebutuhan keluarga yang ditinggalkan.
3. Secara etimologi, iman berarti pengakuan atau pembenaran. Secara terminologi, berarti pembenaran dan pengakuan yang mendalam akan:
a. Adanya Allah swt. Pencipta alam semesta yang tidak mempunyai sekutu apapun.
b. Adanya makhluk Allah swt. yang bernama malaikata. Mereka adalah hamba Allah yang mulia, tidak pernah melakukan maksiat dan selalu menurut perintah-Nya. Mereka diciptakan dari cahaya, tidak makan, tidak berjenis kelamin, tidak mempunyai keturunan dan tidak ada yang tahu jumlahnya kecuali Allah swt.
c. Adanya kitab-kitab samawi yang diturunkan Allah swt. dan meyakini bahwa kitab-kitab tersebut (sebelum diubah dan diselewengkan manusia) merupakan syariat Allah.
d. Adanya rasul-rasul yang telah diutus Allah, yang dibekali dengan kitab samawi sebagai perantara untuk memberikan hidayah kepada umat manusia. Meyakini bahwa mereka adalah manusia biasa yang diistimewakan dan ma’shum (terjaga dari segala dosa).
e. Adanya hari akhir, pada hari itu Allah membangkitkan manusia dari kuburnya, lalu diperhitungkan seluruh amal perbuatannya. Amal perbuatan yang baik akan dibalas dengan kebaikan dan amal perbuatan buruk akan dibalas dengan keburukan.
f. Adanya qadla dan qadar. Artinya apapun yang terjadi pada alam semesta ini merupakan ketentuan dan kehendak Allah semata, untuk satu tujuan yang hanya diketahui-Nya.
Inilah rukun-rukun Iman. Siapapun yang meyakini, maka ia akan selamat dan beruntung dan barangsiapa yang menentangnya maka ia tersesat dan merugi. Allah swt. berfirman yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (an-Nisaa’: 36)
4. Islam dan Iman;
Melalui penjelasan di atas kita pahami bahwa Iman dan Islam adalah dua hal yang berbeda, secara etimologi maupun secara terminologi. Pada dasarnya, jika berbeda nama tentu berbeda makna. Meskipun demikian, tidak jarang dipergunakan dengan arti yang sama, Islam berarti Iman dan sebaliknya. Keduanya saling melengkapi. Iman menjadi sia-sia tanpa Islam, demikian juga sebaliknya.
5. Definisi Ihsan;
Ihsan adalah ikhlash dan pernuh perhatian. Artinya sepenuhnya ikhlas untuk beribadah hanya kepada Allah dengan penuh perhatian sehingga seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika tidak mampu maka ingatlah bahwa Allah senantiasa melihatmu dan mengetahui apapun yang ada pada dirimu.
6. Hari kiamat dan tanda-tandanya;
Tibanya hari kiamat adalah rahasia Allah. Tidak ada satupun makhluk yang mengetahuinya, baik malaikat maupun rasul. Karenanya, Nabi saw. bersabda kepada Jibril: “Tidaklah yang ditanya lebih tahu daripada yang bertanya.” Meskipun demikian, Nabi Muhammad saw. menjelaskan sebagian tanda-tandanya, antara lain:
a. Krisis moral, sehingga banyak anak yang durhaka kepada orang tuanya, mereka memperlakukan orang tuanya seperti perlakuan terhadap budaknya.
b. Kehidupan yang jungkir balik. Banyak orang bodoh menjadi pemimpin, pemberian wewenang kepada orang yang tidak mempunyai kemampuan, harta melimpah, manusia banyak yang berlaku sombong dan foya-foya, bahkan mereka berlomba dan saling meninggikan bangunan dengan penuh kebanggaan. Mereka berlaku congkak pada orang lain, bahkan mereka seakan ingin menguasainya.
7. Etika bertanya.
Seorang muslim akan menanyakan sesuatu yang akan membawa manfaat bagi dunia dan akhiratnya. Ia tidak akan menanyakan hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat. Bagi orang yang menghadiri sebuah majelis ilmu tahu ia melihat bahwa audiens (orang-orang yang hadir disitu) ingin mengetahui satu hal. Ternyata masalah tersebut belum ada yang menanyakan, maka sepatutnya ia menanyakan meskipun ia sudah mengetahuinya agar orang-orang yang hadir bisa mengambil manfaat dari jawaban yang diberikan.
Orang yang ditanya tentang suatu hal, dan ia tidak mengetahui jawabannya, hendaknya ia mengakui ketidaktahuannya agar tidak terjerumus pada hal-hal yang ia tidak mengetahuinya.
8. Metode tanya jawab.
Pendidikan modern pun mengakui bahwa metode tanya jawab adalah metode pendidikan yang relatif berhasil, karena memberikan tambahan semangat pada diri pendengar untuk mengetahui jawaban yang akan diberikan. Metode ini sering dipergunakan Rasulullah saw. dalam mendidik generasi Shahabat.

Tanda-tanda Keimanan

Aqidah Islam
1. Mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari segala-galanya.
Rasulullah saw. bersabda: “Ada tiga hal yang barang siapa memilikinya akan merasakan nikmatnya iman: 1) hendaknya Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari yang lainnya 2) ketika mencintai seseorang tidak ada tujuan lain kecuali karena Allah swt. 3) benci kembali kepada kekufuran sebagaimana dia benci kalau dilempar ke dalam api neraka.
2. Sambutan yang sempurna terhadap perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya.
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya, agar Rasul menghukum [mengadili] di antara mereka ialah ucapan: ‘Kami mendengar, dan kami patuh.’ Dan itulah orang-orang yang beruntung.” (an-Nuur: 15)
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (an-Nisaa’: 65)
Dari Ibnu Abbas: Sesungguhnya Rasulullah saw. melihat cincin emas di jari tangan seseorang lalu Rasulullah mencabut cincin tersebut lalu membuangnya dan berkata: “Apakah salah seorang dari kalian sengaja mengambil bara api lalu menaruhnya di tangannya?” ketika Rasulullah sudah pergi ada seseorang berkata kepada orang tersebut: “Ambillah cincinmu dan gunakan untuk hal lain.” Dia mengatakan: “Tidak, demi Allah selamanya aku tidak akan mengambilnya karena Rasulullah saw. sudah membuangnya.”
3. Cinta dan benci karena Allah.
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka Itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan[*] yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan Allah. ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (al-Mujaadilah: 22)
[*] yang dimaksud dengan pertolongan ialah kemauan batin, kebersihan hati, kemenangan terhadap musuh dan lain-lain.
Dari Abi Umamah al-Bahili, Rasulullah saw. bersabda: “Barangisapa yang cinta karena Allah dan benci karena Allah, memberi karena Allah dan menahan [tidak memberi] karena Allah maka dia telah menyempurnakan keimanannya.” (HR Abu Dawud)
4. Lebih mengutamakan akhirat atas dunia.
“ Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, Maka Sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). dan Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).” (an-Naazi’aat: 37-41)
5. Memakmurkan masjid.
“hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (at-Taubah: 18)
“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang,” (an-Nuur: 36)
6. Mencintai ketaatan dan membenci kemaksiatan.
Rasulullah saw. bersabda: “Jika kebaikanmu membuat kamu senang dan bahagia dan kejelekanmu membuat kamu sedih maka kamu adalah mukmin.”
7. Ridla terhadap qadla dan qadar Allah.
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (al-Baqarah: 155)
Rasulullah saw. bersabda: “Tidaklah menimpa seorang mukmin –meskipun hanya duri yang menusuk- kecuali Allah swt. menjadikan dengannya kebaikan [pahala] baginya dan menghapus dengannya kesalahannya.”

Iman

Aqidah Islam
Iman secara bahasa adalah: membenarkan/jujur
Iman secara istilah/syar’i adalah: membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan. Iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.
Atau, iman adalah: ucapan, perbuatan dan niat. Bertambah dengan ketakwaan dan berkurang dengan kemaksiatan.
Rasulullah saw. bersabda: “Iman bukanlah sekedar angan-angan dan bukan pula pemanis bibir, tapi iman adalah apa yang terpatri dalam hati/qalbu dan dibenarkan oleh amal perbuatan.
Di antara sifat-sifat orang beriman berdasarkan surat al-Anfaal ayat 2-4: sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang:
1. Bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka
2. Apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka [karenanya],
3. Hanya kepada Allah mereka bertawakal
4. Mendirikan shalat
5. Yang menafkahkan sebagian rizky yang Allah berikan kepada mereka
Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya, mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rizky [nikmat] yang mulia.
Berdasarkan surat al-Hujuraat ayat 15; sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang:
1. Percaya [beriman] kepada Allah dan Rasul-Nya
2. Mereka tidak ragu-ragu
3. Mereka berjuang [berjihad] dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah.
Mereka itulah orang-orang yang benar.
Sebab-sebab yang bisa meningkatkan iman:
1. Ilmu
Dengan ilmu pengetahuan, terutama ilmu-ilmu tentang Allah swt dan sifat-sifat-Nya serta ciptaan-Nya akan bisa menambah keimanan seseorang. Allah berfirman: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Mahapengampun.
2. Memperhatikan dan memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (Ali ‘Imraan: 19)
3. Mengerjakan amal-amal ketaatan dan kewajiban untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. sesungguhnya iman akan bertambah dengan amal-amal ketaatan, dan dan ini sangat ditentukan oleh: 1) husnul amal [kwalitas amal] semakin berkwalitas maka semakin banyak dalam meningkatkan keimanan. 2) jinsul amal (jenis amal), semakin bagus jenis amal, maka semakin besar peluang untuk meningkatkan iman. 3) katsrotul amal (jumlah amal), semakin banyak amal tanpa mengabaikan kwalitas, maka semakin banyak dalam meningkatkan keimanan.
4. Meninggalkan kemaksiatan karena takut kepada Allah.
Iman akan bertambah dengan meninggalkan kemaksiatan, dan itu sangat ditentukan oleh beberapa hal: 1) jinsul ma’shiyah [jenis kemaksiatan yang ditinggalkannya] semakin jelek suatu kemaksiatan yang ditinggalkannya, maka semakin besar potensi untuk menambah iman. 2) adadul ma’shiyah [jumlah kemaksiatan yang ditinggalkannya]. 3) Quwwatud da’i ilal ma’shiyah [kekuatan daya tarik kemaksiatan yang ditinggalkannya].

Iman (Aqidah Islam)

Iman secara bahasa adalah: membenarkan/jujur
Iman secara istilah/syar’i adalah: membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan. Iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.
Atau, iman adalah: ucapan, perbuatan dan niat. Bertambah dengan ketakwaan dan berkurang dengan kemaksiatan.
Rasulullah saw. bersabda: “Iman bukanlah sekedar angan-angan dan bukan pula pemanis bibir, tapi iman adalah apa yang terpatri dalam hati/qalbu dan dibenarkan oleh amal perbuatan.
Di antara sifat-sifat orang beriman berdasarkan surat al-Anfaal ayat 2-4: sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang:
1. Bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka
2. Apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka [karenanya],
3. Hanya kepada Allah mereka bertawakal
4. Mendirikan shalat
5. Yang menafkahkan sebagian rizky yang Allah berikan kepada mereka
Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya, mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rizky [nikmat] yang mulia.
Berdasarkan surat al-Hujuraat ayat 15; sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang:
1. Percaya [beriman] kepada Allah dan Rasul-Nya
2. Mereka tidak ragu-ragu
3. Mereka berjuang [berjihad] dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah.
Mereka itulah orang-orang yang benar.
Sebab-sebab yang bisa meningkatkan iman:
1. Ilmu
Dengan ilmu pengetahuan, terutama ilmu-ilmu tentang Allah swt dan sifat-sifat-Nya serta ciptaan-Nya akan bisa menambah keimanan seseorang. Allah berfirman: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Mahapengampun.
2. Memperhatikan dan memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (Ali ‘Imraan: 19)
3. Mengerjakan amal-amal ketaatan dan kewajiban untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. sesungguhnya iman akan bertambah dengan amal-amal ketaatan, dan dan ini sangat ditentukan oleh: 1) husnul amal [kwalitas amal] semakin berkwalitas maka semakin banyak dalam meningkatkan keimanan. 2) jinsul amal (jenis amal), semakin bagus jenis amal, maka semakin besar peluang untuk meningkatkan iman. 3) katsrotul amal (jumlah amal), semakin banyak amal tanpa mengabaikan kwalitas, maka semakin banyak dalam meningkatkan keimanan.
4. Meninggalkan kemaksiatan karena takut kepada Allah.
Iman akan bertambah dengan meninggalkan kemaksiatan, dan itu sangat ditentukan oleh beberapa hal: 1) jinsul ma’shiyah [jenis kemaksiatan yang ditinggalkannya] semakin jelek suatu kemaksiatan yang ditinggalkannya, maka semakin besar potensi untuk menambah iman. 2) adadul ma’shiyah [jumlah kemaksiatan yang ditinggalkannya]. 3) Quwwatud da’i ilal ma’shiyah [kekuatan daya tarik kemaksiatan yang ditinggalkannya].

Diinul Islam

Pengertian Diinul Islam
1. Kekuasaan. Rasulullah saw. bersabda: “Orang yang pintar adalah orang yang menguasai hawa nafsunya dan bekerja untuk hari setelah kematian.” Ini berarti bahwa agama menguasai pemeluknya, maka orang yang memeluk agama Islam harus mau dikuasai oleh agama Islam, yaitu harus mau mengikuti setiap aturan yang datang dari Islam.
2. Tunduk. Allah berfirman: “perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk.” (at-Taubah: 29)
Ini berarti agama mengajak para pemeluknya untuk tunduk kepada ajaran dan aturan agama tersebut.
3. Balasan. Firman Allah dalam surat al-Fatihah ayat 4: maalikiyaumid diin (“Yang Menguasai hari pembalasan.”) agama mengajarkan bahwa setiap manusia akan mendapatkan balasan sesuai dengan perbuatannya.
4. Undang-undang/ Peraturan. Allah berfirman: “Maka mulailah Yusuf (memeriksa) karung-karung mereka sebelum (memeriksa) karung saudaranya sendiri, kemudian Dia mengeluarkan piala raja itu dari karung saudaranya. Demikianlah Kami atur untuk (mencapai maksud) Yusuf. Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang Raja, kecuali Allah menghendaki-Nya. Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha mengetahui.” (Yusuf: 76)
Ustadz Sayid Quthub berkata ketika beliau menafsirkan ayat 76 surat Yusuf: “Sesungguhnya nash ayat ini memberi batasan yang sangat mendetail tentang makna ‘diin’, bahwa makna kata ‘diinul Malik’ dalam ayat ini berarti ‘peraturan dan syariat Malik [raja]’”. Lalu lanjutnya: “Al-Qur’an mengungkapkan bahwa peraturan dan syariat adalah diin, maka barangsiapa yang berada pada peraturan dan syariat Allah berarti ia berada dalam diin Allah. Sebaliknya barang siapa yang berada pada peraturan seseorang dan undang-undang seorang raja berarti ia berada dalam diin raja tersebut. (tafsir fi Dzilalil Qur’an)
Pengertian Islam menurut bahasa:
1. Tunduk dan menyerah.
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An-Nisaa’: 65)
2. Keselamatan.
“dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (al-Maa-idah: 16)
3. Damai
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (al-Bqarah: 208)
Dari makna-makna tersebut dapat diartikan bahwa Islam adalah tunduk dan menyerahkan diri, karena setiap muslim wajib tunduk dan patuh menyerahkan diri sepenuhnya kepada ketentuan Allah swt., dan berarti keselamatan dan kedamaian, sebab orang yang telah memeluk diin Islam dan mengerjakan tuntunannya akan selamat di dunia dan di akhirat dan akan mendapatkan keselamatan dan kedamaian sejati.
Sedangkan menurut istilah, Islam adalah: tunduk dan menyerah kepada Allah baik lahir maupun batin dengan melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Kemudian kata “Islam” digunakan sebagai nama dari Diin dan peraturan yang diturunkan Allah saw. kepada Nabi Muhammad saw. dan Islam merupakan agama yang benar di sisi Allah swt.
“Sesungguhnya agama [yang diridlai] di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali ‘Imraan: 19)
Dan Allah menerangkan bahwa siapa yang mencari Diin selain Islam tidak akan diterima amal perbuatannya dan di akhirat termasuk orang yang merugi:
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima [agama itu] dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (lihat: surat 3: 85)

Methode Ideal untuk Mempelajari Aqidah Islam

Sebaik apapun suatu agama atau ideologi, kalau cara dan methode memahami dan mempelajarinya tidak benar, maka akan melahirkan suatu agama atau ideologi yang tidak benar pula. Oleh karena itu menjadi sangat penting methode yang benar dalam mempelajari aqidah yang benar tersebut. Berikut ini adalah beberapa methode yang harus kita ikuti dalam mempelajari aqidah Islam:
1. Fiqih aqidah bukan ilmu aqidah. Allah berfirman: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (at-Taubah: 122)
Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang Allah kehendaki menjadi baik maka Allah menjadikan ia faqih dalam agama.”
Rasulullah saw. bersabda (untuk doa Ibnu Abbas): Yaa Allah jadikan ia faqih dalam agama dan ajarilah ta’wil (tafsir)
2. Kembali kepada al-Qur’an dan sunnah Rasul bukan taqlid atau fanatik kepada madzab atau orang tertentu. Allah berfirman: “..Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (an-Nuur: 63).
Firman Allah dalam ayat lain: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (an-Nisaa’: 59)
Rasulullah saw. bersabda: “Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara, selama kalian berpegang teguh dengan keduanya kalian tidak akan sesat selamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.
3. Kembali ke pamahaman ulama salaf bukan ahli kalam dan bid’ah kaum khalaf. Rasulullah bersabda: “Sebaik-baik masa adalah masaku, kemudian masa berikutnya, kemudian berikutnya…” Rasulullah juga bersabda: “Kalian harus berpegang teguh dengan sunnahku, sunnah khulafaur rasyidin almahdiyyiin, gigitlah ia dengan gigi geraham (peganglah erat-erat dan jangan sampai lepas)
4. Perhatian dan focus kepada pokok-pokok aqidah terdahulu sebelum yang cabang. Dalam mempelajari aqidah Islam harus dimulai dari yang pokok-pokok dahulu sebelum yang cabang. Seperti dalam sebuah hadits bahwa Jibril mengajarkan rukun Iman lalu rukun Islam dan Ikhsan.
5. Merasakan kesederhanaan bukan mempersulit dan berbelit-belit. Allah berfirman: “Katakanlah: ‘Aku tidak meminta upah sedikitpun padamu atas da’wahku dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-ada.” (Shaad: 86). Anas berkata: “Dulu kami pada masa ‘Umar bin al-Khaththab, aku mendengar beliau berkata: ‘Kami dilarang untuk mempersulit diri.’”
6. Obyektif, jelas dan mudah bukan tidak jelas dan bukan pula susah, serta menjauhi tanfir (saling mengkafirkan). Rasulullah bersabda: “Permudahlah dan jangan dipersulit, gembirakanlah dan jangan dibuat takut dan lari [dari agama]”. Allah berfirman: “dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan..” (al-Hajj: 78)

Aqidah Islam

Definisi Aqidah
  1. Secara etimologi (bahasa) aqidah berarti:
- simpul atau ikatan
- sumpah atau perjanjian
- kehendak yang kuat
  1. Secara terminologi (istilah):
    1. Aqidah adalah hal-hal yang diyakini kebenarannya oleh jiwa, mendatangkan ketenteraman hati, menjadi keyakinan yang kokoh yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan; atau
    2. Aqidah adalah sejumlah persoalan (kebenaran) yang dapat diterima secara umum (aksioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan di dalam hati serta diyakini kesahihan dan keberadaannya (secara pasti) dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.
Catatan:
  1. Aksioma (badihiyah) adalah segala sesuatu yang kebenarannya perlu dalil pembuktian, tetapi karena sudah sangat umum dan mendarah daging maka kebenaran itu tidak lagi perlu pembuktian. Misalnya seperempat lebih sedikit dari setengah.
  2. Setiap manusia memiliki fitrah untuk mengakui kebenaran (bertuhan), indra untuk mencari kebenaran, akal untuk menguji kebenaran dan memerlukan wahyu untuk menjadi pedoman menentukan mana yang benar dan mana yang tidak.
  3. Aqidah merupakan keyakinan yang tidak tercampur sedikitpun dengan keraguan.
Firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.” (al Hujurat: 15)
  1. Aqidah mendatangkan ketenteraman jiwa. Allah berfirman: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (ar-Ra’du: 28)
  2. Bila seseorang telah meyakini suatu kebenaran, dia harus menolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu
  3. Tingkat keyakinan (aqidah) seseorang sangat tergantung kepada tingkat pemahaman terhadap dalil atau bukti yang dia peroleh.
Sumber Aqidah Islam
Sumber aqidah Islam adalah al-Qur’an dan as-Sunnah. Apa saja yang disampaikan oleh Allah swt. dalam al-Qur’an dan oleh Rasulullah saw. dalam sunnahnya wajib diimani (diyakini dan diamalkan). Dalam hadits disebutkan: “Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara. Jika kalian berpegang teguh dengan keduanya kalian tidak akan sesat selamanya. Yaitu Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.”
Akal fikiran tidaklah menjadi sumber aqidah, tetapi hanya berfungsi memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba –kalau diperlukan- membuktikan secara ilmiah kebenaran yang disampaikan oleh al-Qur’an dan Sunnah, itupun harus didasari oleh kesadaran bahwa kemampuan akal sangat terbatas, sesuai dengan terbatasnya kemampuan semua makhluq Allah. Akal tidak akan mampu menjangkau masalah-masalah ghaib, bahkan tidak akan mampu menjangkau sesuatu yang tidak terikat dengan ruang dan waktu. Oleh sebab itu akal tidak boleh dipaksa memahami hal-hal ghaib tersebut dan menjawab pertanyaan segala sesuatu tentang hal-hal ghaib itu. Akal hanya perlu membuktikan jujurkah atau bisakah kejujuran si pembawa berita tentang hal-hal ghaib tersebut dibuktikan secara ilmiah oleh akal fikiran.
Catatan:
  1. Apa yang saya dapatkan dengan indera saya, saya yakini adanya. Kecuali jika akal saya mengatakan “tidak” berdasarkan pengalaman masa lalu.
  2. Keyakinan disamping diperoleh dengan menyaksikan langsung juga bisa melalui berita yang diyakini kejujuran si pembawa berita.
  3. Anda tidak berhak memungkiri wujudnya sesuatu hanya  karena anda tidak bisa menjangkaunya dengan indera mata.
  4. Seseorang hanya bisa menghayalkan sesuatu yang sudah pernah dijangkau oleh inderanya.
  5. Akal hanya bisa menjangkau hal-hal yang terikat dengan waktu dan ruang.
Urgensi Aqidah Islam
  1. Membebaskan manusia dari tunduk dan penghambaan kepada selain Allah.
Seseorang yang beraqidah Islam hanya menyembah dan tunduk kepada Allah Swt. dan menjauhi segala bentuk ketundukan dan penghambaan kepada selain Allah Swt. Karena yang berhak disembah dan diberi ketundukan mutlak hanyalah Allah Swt.
Seseorang yang beraqidah Islam meyakini bahwa Yang Mahakuasa hanyalah Allah Swt, Yang Berkuasa untuk mendatangkan kebaikan dan yang berkuasa untuk menghilangkan keburukan. Allah berfirman: “Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, Maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan dia sendiri. dan jika dia mendatangkan kebaikan kepadamu, Maka dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.” (al-An’am: 17)
Oleh karena itu Rasulullah saw. menyuruh kita untuk hanya memohon pertolongan kepada Allah Swt. saja sebagaimana sabda beliau: “…dan jika kamu minta pertolongan maka mintalah pertolongan kepada Allah Swt.” (HR Tirmidzi).
Dengan demikian maka seorang Muslim tidak tergantung dan berserah diri kepada siapapun kecuali kepada Allah Swt. sebagaimana firman Allah: “…jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: ‘Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang Muslim (yang berserah diri kepada Allah)’” (QS 3: 64).
  1. Membangkitkan jiwa berani dan cinta demi kebenaran.
Aqidah Islam akan melahirkan manusia-manusia pemberani dan cinta membela kebenaran. Karena Islam mengajarkan bahwa segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini sudah Allah tentukan dan sudah Allah takdirkan. Tidak ada kematian kecuali atas izin Allah  yang telah tertulis di lauhul mahfudz. Allah berfirman: “Sesuatu yang bernyata tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya…”  (QS 3: 145).
Dalam ayat lain Allah berfirman: “Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui.” (Nuh: 4)
“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (al-A’raaf: 34)
“Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati.” (Ali ‘Imraan: 185)
  1. Aqidah sumber ketentraman jiwa dan keamanan manusia.
Aqidah Islam akan melahirkan manusia-manusia yang memiliki ketentraman jiwa dan sekaligus mendatangkan rasa aman pada manusia baik di dunia maupun di akhirat. Allah berfirman: “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (ar-Ra’du: 28)
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kedzaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (al-An’am: 82)
“Dia-lah yang Telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang Telah ada). dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi[1394] dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana,” (al-Fath: 4)
  1. Aqidah membangun kepribadian yang seimbang
Pribadi yang seimbang diawali dengan keyakinan akan keesaan Tuhannya (Allah Swt.) berbeda dengan orang-orang yang meyakini tuhan mereka lebih dari satu maka orang itu akan mengalami keraguan dan kebimbangan. Dan inilah yang diungkapkan oleh Nabi Yusuf yang diabadikan dalam al-Qur’an: “Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu  ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?” (Yusuf: 39).
Seluruh ajaran Islam juga mengajak kita untuk hidup secara tawazun/ seimbang. Allah berfirman: “Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (al-Qashash: 77)
  1. Aqidah sumber kehidupan yang baik untuk pribadi dan masyarakat di dunia dan di akhirat. Allah berfirman: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (an-Nahl: 97)
“Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (al-A’raaf: 96)
  1. Aqidah adalah dasar persaudaraan, persamaan dan keadilan. Aqidah Islam adalah asas persaudaraan, kesetaraan dan keadilan,  karena Islam memandang seluruh manusia adalah keturunan Adam a.s. Berarti seluruh manusia adalah saudara. Allah berfirman: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (an-Nisaa’: 1)
Islam memandang bahwa antara sesama Muslim adalah bersaudara. Bahkan ikatan aqidah jauh lebih kuat daripada ikatan nasab. Firman Allah: “..orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (al-Hujuraat: 10).
Khutbah Rasulullah saw.: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Tuhan kalian adalah satu (esa) dan sesungguhnya bapakmu satu, kalian semua dari Adam dan Adam dari tanah. Sesungguhnya yang paling mulia dari kalian adalah yang paling bertaqwa.” ()