Perhatian dan Peringatan :
Tulisan
ini diperuntukkan hanya bagi mereka-mereka yang telah tenggelam di
lautan Samudra Ilmu Ma’rifat, baik melalui jalan Tariqat maupun melalui
jalan Hakikat untuk memberikan pencerahan yang mengantarkan kepada
sebenar-benarnya Allah Swt.
Sesungguhnya Ma’rifat itu dari segi Rububiyah bukanlah akhir dari perjalanan melainkan masih awal perjalanan.
Nb : Dipersilahkan untuk memberikan Komentar, Saran, kritik maupun pertanyaan, agar berguna bagi kita semuanya.
====================================================================
“Semuanya akan
binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan
kemuliaan. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”. (QS,Ar Rahmaan : 26-28)
Ketika hati
mulai bercahaya, ketika jiwa mulai merasakan, ketika akal silau dengan
pancaran Nur Nya ; saat itu lidah terasa kelu untuk bersuara, perasaan
hati lenyap entah kemana, raga hampir-hampir tak berdaya bahkan jiwa
gaib di dalam kegaiban Tuhannya.
Samudra
Ahadiyah Allah Ta’ala telah menghanyutkan dirinya menghempaskan
batinnya pada karang-karang kerinduan dan membawanya kepada sebuah pulau
keikhlasan tertinggi.
Mereka-mereka
yang telah sampai pada keikhlasan tertinggi itu telah melepaskan segala
sesuatunya, apa saja baik dirinya zahir batin maupun yang diluar
dirinya. Pandangan Syuhudnya hanya lah Allah Swt, di dalam pandangan
yang tiada jarak dan tiada antara.
Telah
dilewatinya Pos-pos jiwa mulai dari Pos Ruhani sanpai kepada Pos Ruh
Idhofi. Disini baginya sesuatu yang berpasangan telah lenyap dari
pengetahuan di dirinya. Tiada lagi kata serba dua apalagi banyak pada
pandangan batinnya. Mursyid yang menyampaikan dirinya kepada Tuhannya
pun sudah tidak terpandang lagi. Baginya mursyid dan murid itu satu!
Yang dikatakan Mursyid, itulah Murid ; dan yang dikatakan Murid, itulah
Mursyid. Batinnya satu dengan Mursyidnya, sehingga dia juga yang disebut
Mursyid dan dia jugalah yang disebut Murid. Jika Mursyid dan Murid
sudah satu dalam pandangan Batinnya, dimanakah Mursyid? Dan dimanakah
Murid?
Tentu!
Jika sudah Satu meliputi maka tidak ada lagi Mursyid dan tidak ada lagi
Murid, yang ada hanyalah Penguasa yang menguasai Mursyid dan Murid,
Dialah Allahu Robbul ‘Alamin.
Itulah
maqom keikhlasan tertinggi dimana pada maqom itu ia tidak terikat oleh
sesuatu lagi, tidak membangga-banggakan akan sesuatu lagi dan tidak
menonjolkan akan sesuatu lagi.
Kemerdekaan
dan kemandirian bersama Tuhannya telah mengisi kekosongan jiwanya,
sehingga kemana saja ia pergi, dimana saja ia berada tidak ada yang ada
hanya Allah Swt meliputi disetiap gerak dan diamnya.
Pada Maqom Keikhlasan tertinggi itu Allah telah mendudukan ia pada posisi “DARKATUL QUDRAT”, karena ia telah berhasil melewati tahapan ke “AKU” an didirinya.
DARKATUL QUDRAT adalah ibarat Halaman Istana Kerajaan Allah Ta’ala.
Jika ke “AKU “an dirinya saja sudah lenyap/Fana dari pandangan, bukankah segala yang di luar dari dirinya juga akan lenyap/Fana?
Apabila
mereka yang mengaku telah benar-benar sampai kepada Tuhannya, tentu
sudah seharusnya ia tidak bersandar lagi kepada sesuatu.
Jika
masih bersandar akan sesuatu sedangkan ia menyatakan telah sampai
kepada Maqom Robbani, maka sesungguhnya ia belumlah sampai dengan
sebenar-benarnya sampai. Pada saat itu ia masih sampai sebatas Ilmu dan
rasa tetapi belum lagi sampai kepada yang punya Ilmu dan rasa.