Setelah
sekian lamanya aku mengembara, berjalan melangkahkan Jiwa dari satu
perbendaharaan Ilmu ke perbendaharaan Ilmu yang lebih luas dan tanpa
Batas untuk bertemu kepada “Kebenaran Hakiki” akhirnya pandangan Musyahadah ku tertuju kepada “Sang Pemilik Ilmu”.
Apapun yang kulihat di dalam perbendaharaan Ilmu itu, semuanya hanyalah jalan/perjalanan untuk sampai kepada “Kebenaran Hakiki”.
Perbendaharaan
Ilmu Syari’at dengan segala sesuatu aturan-aturan dan hukum-hukumnya
dalam pandangan Musyahadahku, itu semuanya adalah perhiasan dari pada
Lahiriah yang menunjukkan tentang Af’al (Perbuatan) bagi Allah.
Perbendaharaan
Ilmu Tarikat dengan segala sesuatu adab dan tata cara lelaku dalam
pandangan Musyahadahku, itu semuanya adalah Alat Pembersih dari pada
Jiwa yang menunjukkan tentang Asma’ (Nama) bagi Allah.
Perbendaharaan
Ilmu Hakikat dengan segala sesuatu Nikmat di dalamnya pada pandangan
Musyahadahku, itu semuanya adalah Rasa dan Perasaan yang menunjukkan
tentang Sifat Allah.
Perbendaharaan
Ilmu Ma’rifat dengan segala rahasia Cinta Kasih dalam pandangan
Musyahadahku, itu semuanya adalah Tanda-tanda Ridhonya Allah yang
menunjukkan tentang Zat Allah.
Setelah
Aku melewati Perbendaharaan Syari’at, Tarikat, Hakikat dan Ma’rifat,
dengan melalui perjuangan (Mujahadah) akhirnya Aku tidak tahu harus
kemana lagikah jalan yang harus kulalui. Lalu kemudian seolah-olah ada
suara di dalam Batinku yang terdalam yang menyarankan agar Aku
meneruskan pengembaraan ke dalam diriku sendiri. Lalu mulailah Aku
melakukan pengembaraan kedalam Jiwaku sendiri sampai ke Dasar Jiwa yang
terdalam.
Disitu aku tidak melihat lagi akan diriku sendiri begitu juga sesuatu yang lain yang ada di luar dari diriku.
Dalam pandangan Musyahadah itu yang terlihat hanyalah “Sang Pemilik Ilmu” yang sedang “Tersenyum” dan “Memberi Salam” dengan ucapan : “Salaamun Qoulammirrobbirrohiim….”. Kemudian DIA berkata dengan perkataan yang tiada huruf dan tiada suara (La Hurufin wa La Sautin) : “Akulah yang kamu Cari” dan “Akulah Kebenaran Hakiki itu”. Aku lah “Sang Pemilik Ilmu itu”. “Aku adalah Aku” yang tidak ada yang bisa menyerupai-Ku. Aku lah yang “Esa” yang tidak ada sekutu bagi-Ku. “Aku Nyatakan Diri-Ku atas Rosul-Ku Muhammad sebagai saksi-Ku”, dan segala yang maujud termasuk dirimu adalah “Bukti nyata adanya Aku”.
Siapa yang mengetahui akan Bukti Nyata adanya Aku dan mengenal akan
Saksi-Ku yaitu Muhammad sebagai kenyataan-Ku maka ia telah melihat dan
mengenal akan Aku.
‘
‘
‘
Beberapa
sa’at kemudian aku terjaga dari Ektase, lalu kembalilah aku pada ke
Insanan ku yang fakir dan dho’if ini seperti semula tetapi aku tidak
bisa lupa dengan apa yang sudah kusaksikan dalam Musyahadah itu Dari
buka mata sampai tutup mata yang kulihat hanya Ia Sang Pemilik Ilmu yang
di katakan “Kebenaran Hakiki”, meliputi tiap-tiap segala sesuatu, tidak berjarak, tidak bertempat dan tidak berwaktu.
Dari situlah : kuketahui dan kuyakini bahwa aku hanyalah manusia yang bodoh dan tidak berilmu serta tidak ada daya dan upaya.