Minggu, 11 Agustus 2013

HAKIKAT BISMILLAH


Penjelmaan duniawi dari pola dasar ilahi, yang disebut didalam Al-Qur’an dengan penulisan pena dan tempat tinta, memiliki suatu pokok signifikasi spiritual. Dapat dikatakan, bahwa Al-Qur’an merupakan suara dari firman Tuhan yang diembuskan ke hati Nabi dan kemudian kepada para sahabat dan generasi-generasi selanjutnya.
Sayyidina Ali Karamallahu Wadz’hahu mengatakan : “ Bahwa seluruh Al-Qur’an itu terkandung didalam surat Al-Fatihah”, sedangkan surat Al-Fatihah itu sendiri terkandung di dalam Bismillah (basmallah).
Karena adanya suatu kehadiran ilahi dalam teks Al-Qur’an , yakni Bismillah (Basmallah), maka kalimat Bismillah inipun merupakan pengejawantahan yang dapat dilihat dari firman ilahi itu, untuk membantu kaum muslim menembus kedalam dan ditembusi oleh kehadiran ilahi yang sesuai dengan kapasitas spiritual setiap orang Islam.
Bismillah membantu manusia untuk menembus selubung eksistensi material, sehingga memperoleh jalan masuk ke barakah yang terletak didalam firman ilahi dan untuk mengenyam hakikat alam spiritual, karena Bismillah itupun adalah suatu pengejawantahan visual dari kristalisasi realitas-realitas spiritual (Al-Haqa’iq) yang terkandung didalam wahyu Islam pertama :
“Iqraa bismirabbikaal ladzii khalaq” : Dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan (Q.S. : 96 : 1)
Kalimat “Bismillah” merupakan hasil dari pengejawantahan ke-Esaan pada bidang keanekaragaman. Kalimat suci ini merefleksikan kandungan prinsip keEsaan ilahi, kebergantungan seluruh keanekaragaman kepada Yang Esa, kesementaraan dunia dan kualitas-kualitas positif dari eksistensi kosmos atau makhluk, sebagaimana difirmankan oleh Allah Swt didalam Al-Qur’an: “Yaa Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia” (Q.S. 3 : 191)
Allah Swt menurunkan kalimat suci “Bismillah” dalam wujud fisik (yang tersurat) pada sebuah kitab suci Al-Qur’anul Kariim yang secara langsung dapat dipahami oleh pikiran yang sehat. Karena kalimat suci “Bismillah” itu sendiri, memiliki realitas-realitas dasar dan perbuatan-perbuatan sebagai tangga bagi pendakian jiwa dari tingkat yang dapat dilihat dan di dengar menuju ke Yang Gaib, yang juga merupakan keheningan diatas setiap bunyi. Wujud fisik (Bismillah) inipun didasarkan pada ilmu pengetahuan tentang dunia batin yang tidak hanya berkaitan dengan penampakan lahir semata, tetapi juga dengan realitas-realitas batin “Bismillah” itu sendiri (yang tersirat)
Bismillah diilhami oleh spiritualitas Islam secara langsung yang diwahyukan oleh Allah Swt kepada Nabi, sedangkan wujudnya tentu saja dibentuk oleh karakteristik-karakteristik tertentu dari tempat penerima wahyu Al-Qur’an, yaitu : “Qalbu” (hati), yang nilai-nilai positifnya diuniversalkan Islam. Bentuk wahyu Islam yang pertama ini (Bismillah) tidaklah mengurangi kebenaran, bahwa sumber religius dari “Bismillah” ini berasal dari kandungan batin dan dimensi spiritual Islam pula.
Hanya bagi orang yang mampu melihat relitas-realitas tersebut ataupun orang yang telah dilatih untuk memperoleh penglihatan “Al’Bashirah” (penglihatan batin) atas sesuatu yang tersembunyi dibalik rahasia “Bismillah”, dan dikarenakan “Bismillah” ini merupakan pula pesan dari ruang inti perbendaharaan yang gaib (khaza’in al-ghoybi), maka siapapun yang menerima pesan kalimat suci ini didalam hatinya ia seakan menikmati alunan nyanyian alam rahim yang membawa jiwanya sebelum episode perjalanan duniawinya yang singkat. Agama Islam tidak berdasarkan ketegangan dramatis antara langit dan bumi, atau pengorbanan heroik dan penyelamatan melalui campur tangan Tuhan, akan tetapi Agama Islam bertindak untuk mengembalikan kesadaran manusia, bahwa alam semesta adalah kalam ilahi dan pelengkap ayat-ayat suci tertulis yang diwahyukan dalam bahasa Arab.
Kesadaran ini diperkuat dengan tata cara “shalat” yang secara naluriah mengembalikan manusia pada keadaan primordialnya dengan menjadikan seluruh alam sebagai tempat ibadah. Begitu pula halnya kalimat “Bismillah” yang terucap saat bersujud menyentuh bumi (shalat), adalah ; untuk mengembalikan manusia ke-kesucian primordial (al-fithrah) saat Yang Maha Esa menghadirkan dirinya secara langsung didalam hati manusia dan “mengumandangkan sebuah simfoni abadi dalam keselarasan yang ada pada alam yang suci”.
Kalimat suci “Bismillah” yang terucap saat berdzikir, berarti sang pendzikir telah kembali kepusat alam, bukan secara eksternal melainkan melalui hubungan batin yang menghubungkan dirinya dengan prinsip-prinsip dan irama-irama alam primordial yang sakral dan teramat luas sekaligus merupakan suatu perumpamaan dialog suci antara seorang Hamba dengan Khaliqnya, yang menenangkan dan sekaligus mensucikan jiwanya, begitupun “Bismillah” yang terucap disaat manusia hendak melakukan suatu pekerjaan-pekerjaan yang halal, maka kesadaran dirinya akan terbangkit dari keterlenaan, dalam dirinya melalui kesadaran akan realitas Yang Maha Esa.
“Sebuah kesadaran yang sesungguhnya merupakan substansi dari manusia primordial dan sebab terbentuknya eksistensi manusia “.
Hati serta jiwa seluruh muslim disegarkan oleh “keagungan, keselarasan dan kesucian” kalimat “Bismillah” dalam pada bentuk-bentuk huruf Al-Hijaiyyah yang terdiri dari tujuh huruf (Ba Sin Mim Alif Lam Lam Ha), yang mengelilingi kaum muslim yang hidup didalam masyarakat Islam tradisional dan yang mengungkapkan keindahannya pada setiap lembaran-lembaran suci Al-Qur’an. Oleh karenanya “Bismillah” sebagai induk suci Islam yang merupakan karunia dari “Haqiqah” yang terletak dalam hati wahyu Islam.
Kalimat suci ini akan tetap demikian bagi seluruh muslim, tak peduli apakah diri mereka sadar akan haqiqah ataukah mereka yang sudah puas dengan bentuk-bentuk luarnya saja (kalimat Bismillah yang tersurat).
Bagi mereka yang mengikuti jalan menuju “haqiqah”, kalimat suci ini merupakan pembantu pertama yang sangat diutamakan untuk merenungkan ke-Esaan Ilahi Rabbi, karena huruf “Ba” yang dilambangkan oleh titik pengenal kesucian horizontal “Sin” dengan wujud lengkungan vertikal yang menghadap langit dan “Mim” yang berporos pada suatu tiang kepasrahan.
Tiga huruf-huruf suci ini secara keseluruhan melambangkan eksistensi universal untuk menuntun manusia dalam pembauran kualitas, kekuatan, dan aliran berbagai elemen agar setiap muslim mengingatkan ajaran Tuhan, yaitu dalam bentuk alam semesta, yang benar-benar muslim atau tunduk kepada kehendak Tuhan dengan mematuhi sifat dan hukum alamnya sendiri-sendiri.
Kesucian “Bismillah” membantu manusia untuk menembus selubung eksistensi material sehingga memperoleh jalan masuk ke “Barakah” yang terletak didalam firman illahi dan untuk mengenyam suatu “rasa”, bahwa setiap jiwa akan mengenyam sesuai dengan kapasitas, keterbatasan, dan keabadiannya.
Huruf “Alif” didalam kalimat “Bismillah” dengan vertikalitasnya melambangkan kekuatan Tuhan dan prinsip transenden yang darinya segala sesuatu itu berasal, sedangkan dua huruf “Lam” dalam bentuk kail (mata kail), yang melambangkan suatu peringatan agar hamba Allah berhati-hati dalam pancingan Iblis atau setan dan sekaligus merupakan pengejawantahan yang dapat dilihat dari firman ilahi, untuk membantu kaum muslim menembus kedalam dan ditembusi oleh kehadiran ilahi yang sesuai dengan kapasitas spiritual setiap orang Islam
Hal ini pernah disinggung dalam salah satu Hadits Rasul Saw, yang menyebutkan, bahwa “Barang siapa yang melakukan sesuatu pekerjaan dengan tanpa diawali “Bismillah”, maka tidak akan ada keberkahan didalam pekerjaannya itu”. Karena didalam makan dan minumnya manusia, Iblis akan turut andil didalamnya, jika tidak diawali dengan ucapan “Bismillah”.
Sedangkan mengenai huruf “Ha” (Ha, marbutoh), yang melambangkan realitas lingkaran kosmos sebagai wahyu primordial Tuhan yang merupakan hasil dari pengejawantahan keEsaan pada bidang keanekaragaman. Keempat buah huruf suci ini merefleksikan kandungan prinsip keEsaan ilahi, kebergantungan seluruh keanekaragaman kepada Yang Esa, kesementaraan dunia dan kualitas-kualitas positif dari eksistensi kosmos atau makhluk, sebagaimana difirmankan oleh Allah Swt didalam Al-Qur’an: Yaa Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia”
Keempat huruf ini jika digabungkan menjadi kalimat “Allah”. Itulah alasan mengapa “Alif” menjadi sumber abjad dan huruf pertama dari nama “Tuhan Yang Maha Kekal” ini, Allah, yang bentuk visualnya benar-benar menyampaikan seluruh doktrin metafisik Islam mengenai alam realitas.
Karena dalam bentuk tulisan dari nama “Allah” dalam bahasa Arab, kita melihat dengan jelas suatu garis horizontal, yakni gerak penulisannya, kemudian garis tegak lurus dari “Alif” dan “Lam” semacam garis melingkar, yang secara simbolis dapat disamakan dengan suatu lingkaran “Tauhid” yang mengelilingi jiwa orang Islam, “ dan sekaligus merupakan suatu teofani dan refleksi dari ketakterbatasan kekayaan khazanah Tuhan yang tercipta setiap saat tanpa pernah kehabisan kemungkinan-kemungkinannya”. Hal ini pula yang menegaskan peran kitab suci Al-Qur’an sebagai petunjuk (Al-Huda), jalan menuju Tuhan.
“Al’Qur’an bagaikan sepercik cahaya yang menyinari kegelapan eksistensi manusia di dunia ini”.
Misteri Zat yang menyatakan identitas, yang sekaligus merupakan sifat Tuhan yang mutlak dan juga transendensi, mencakup seluruh aspek ketuhanan yang mungkin termasuk dunia dengan pembiasan pembiasan dari-Nya yang mengindividualisasi tak terkira banyaknya. Maka dari itu orang yang mencintai Tuhan akan selalu “mengosongkan hatinya dari segala sesuatu selain-Nya” (ini terapi yang sangat ampuh untuk mencapai puncak kekhusyuan didalam shalat); karena “ Alif Lam Lam Ha” akan menyerbu hatinya dan tidak menyisakan ruang sedikitpun untuk sesuatu yang lain, karena seseorang hanya perlu mengetahui dan menyelami hakikat “Bismillah” ini untuk mengetahui semua yang dapat diketahui.
Nama “Allah” adalah kunci khazanah misteri Tuhan dan pintu gerbang menuju Yang Gaib dan Yang Nyata. Itulah realitas yang berdasarkan identitas esensial Tuhan dan kesucian nama-Nya. Itulah alasan mengapa para Ahlul Hukama selalu merenungi dan menyebutkan bahwa ; “Huruf-huruf didalam “Bismillah” turun dari dunia spiritual ke dunia fisikal dan memiliki substansi spiritual batin ketika mengenakan selubung dunia gaib yang mampu menembus kedalam makna batinnya, dan dapat merenungkan simbol prinsip-prinsip realitas maupun pedoman yang terwujud”
Sebenarnya seluruh manifestasi berasal dari ketujuh huruf ini (Ba Sin Mim Alif Lam Lam Ha), karena bagaimana mungkin Yang “Esa” melambangkan sesuatu yang lain dari huruf-huruf yang akan mengakui keEsaan-Nya, apalagi penggabungan dari ketujuh huruf-huruf ini jika berbentuk huruf Arab yang memanjang dari kanan ke kiri, akan merupakan lambang penerimaan prinsip material dan pasif, dalam arti kata “ketaqwaan mutlak” serta dimensi keindahan yang menyempurnakan ke-Agungan diri-Nya, dan sekaligus melambangkan pusat teragung yang dari-Nya segala sesuatu itu berasal dan kemana segala sesuatu itu kembali.
“Manusia harus percaya kepada yang suci dan terlibat didalamnya, kalau tidak, maka Yang Suci akan menyembunyikan dirinya dibelakang selubung yang tidak dapat diraba dan dilalui, yang pada hakikatnya adalah, selubung jiwa rendah manusia “.
Kesucian “Bismillah” mampu menciptakan sesuatu yang bersifat spiritual sekaligus sensual, menyingkap keindahan dunia ini beserta sifat fananya, dan menjelma dalam bentuk alam transendental yang indah melalui teofani Tuhan, karena hakikat Bismillah masih suci dan dicari oleh sebagian masyarakat Islam, dan menjadi nilai universal bagi seluruh dunia pada saat kebodohan mengancam untuk mencekik “spirit Bismillah” itu sendiri.